Jumat, 28 Oktober 2016

Humor ~ Enak Zaman Soeharto atau Jokowi? Jawaban Kakek Ini Bikin Ngakak

Enak Zaman Soeharto atau Jokowi? Jawaban Kakek Ini Bikin Ngakak

Bagikan
Enak Zaman Soeharto atau Jokowi? Jawaban Kakek Ini Bikin Ngakak
Foto: ilustrasi
Hingga sekarang masyarakat Indonesia masih membanding-bandingkan kualitas hidup dari Presiden satu ke Presiden lain. Poster bergambar Soeharto dengan tulisan “Piye kabare, penak zamanku toh?” (bagaimana kabarnya, enak zamanku kan?) sering ditemukan menempel di dinding publik, baik di tembok hingga bagian belakang truk.

Perbedaan ini dirasakan oleh kakek Lasimin. Suatu ketika kakek berusia 70 tahun yang tinggal di Banyumas, Jawa Tengah ini ditanya oleh seorang pemuda kampung bernama Zaenal. 

Zaenal melontarkan sebuah pertanyaan mengenai perbedaan hidup di zaman Presiden Soeharto dengan era Presiden Jokowi saat ini. Obrolan ringan ini berlangsung di sebuah dipan di depan rumah kakek Lasimin yang terlihat begitu sejuk dan rindang karena berada di bawah Pohon Jambu.

“Kek, kalau kakek rasakan, enak zaman siapa sih, Soeharto atau Jokowi,” tanya Zaenal to the point.

“Yo jelas enakan zaman Soeharto toh,” jawab kakek Lasimin sambil menyungging senyum hingga gigi ompongnya terlihat.

“Kenapa kek?”

“Soalnya di zaman Soeharto, istriku masih muda dan seger.” Geerrrrr....muncul dari mulut Zaenal. (Fathoni Ahmad)
Foto: ilustrasi

Selasa, 04 Oktober 2016

Musyawarah Anggota Nahdlatul Ulama Desa Protomulyo :)



Musyawarah Anggota PR. Nahdlatul Ulama Desa Protomulyo, Kecamatan Kaliwungu Selatan Kabupaten Kendal. Dan selamat atas terpilihnya lagi Bapak Ky. M. Masqon sebagai Rois Syuriah dan Bapak Subakin., S.Pd.,M.Si Sebagai ketua Tanfidyah Nahdlatul Ulama Ds. Protomulyo Periode 2016 - 2021 :)

Senin, 29 Februari 2016

Haji Wakil Rakyat

Untuk menunaikan ibadah haji, warga Indonesia kini harus antre puluhan tahun. Ini juga yang membuat Kang Otong berkeluh kesah kepada temannya, Udin.
<>
“Kang, kenapa ya kita sebagai rakyat harus nunggu puluhan tahun untuk berangkat ke Tanah Suci?” kata Otong.

“Iya Tong, padahal tuh anggota DPR berangkat haji tidak pakai antre-antrean. Kenapa ya?” jawab Udin.

“Ya karena dia wakil rakyat.”

“Indonesia memang unik. Masak wakil mengalahkan rakyatnya. Hehe...” seloroh Otong.  (Ahmad Rosyidi)

sumber : http://www.nu.or.id/post/read/62549/haji-wakil-rakyat  

Es Krim Rasa Kitab Kuning

Es Krim Rasa Kitab Kuning

KH Muhammad Hanif Muslih suatu kali mengasuh pengajian Tafsir Jalalain dan
Riyadlus Shalihin. Ketika tiba pada ayat وَلَا تَيْأَسُوْا beliau bercerita tentang
 pengalamannya berangkat umrah bersama para kiai.

Dalam perjalanan umrah di Saudi Arabia, salah seorang kiai melihat sebuah mobil
bertuliskan آيس كريم. Karena biasa membaca kitab kuning maka diartikanlah tulisan
tersebut begini:

آيِسٌ  utawi wong kang putus asa

كَرِيْمٌ  iku wong kang mulyo

Mendadak heboh. Kiai tersebut merasa heran dengan arti tulisan di mobil.
 "Orang putus asa kok mulia?"

Waktu itu, Kiai Hanif hanya tersenyum. Ia yang sudah bertahun-tahun
tinggal di Saudi tentu tahu arti tulisan di mobil tersebut.

Sang kiai tambah heran. Di tengah kegalauannya, Kiai Hanif memberitahunya,
 "Mohon maaf kiai, itu mobil penjual es krim.
Tulisan itu bacanya ais krim, bukan âyisun karîmun.

Ya, ternyata selain membaca, piknik juga penting. Hahaha...

(Chusainul Adib/Ben Zabidy – Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen, Demak)  

sumber : http://www.nu.or.id/post/read/65508/es-krim-rasa-kitab-kuning

Jomblo dan Sunnah Rasul

Joko dan Kamto adalah dua santri yang sudah bersahabat lama
sejak keduanya nyantri di Solo.
Setiap hari mereka biasa runtang-runtung bersama. <>
Namun, setelah Joko menikah, ia semakin jarang pergi keluar. Setiap ditanya Kamto,
ada saja alasan dari Joko untuk menolak ajakan keluar.
“Jok, ayo wedangan di HIK samping pondok,” ajak Kamto melalui
pesan singkatnya kepada Joko.
“Wah, kamu kaya ndak tahu aja, Kang. Ini kan malam Jumat. Waktunya sunah rasul,”
 jawab Joko via HP jadulnya.
“Yo wes...” jawab Kamto.
Esoknya, Kamto tak menyerah untuk mengajak sahabatnya itu cangkrukan.
Lagi-lagi Joko tak mau.
“Kalau kemarin, malam Jumat, aku maklum. Lha, sekarang malam Sabtu, je...”
 kata Kamto.
“Lha, kalau malam Jum’at itu kan sunah, Kang. Tapi lainnya itu ‘wajib’.
Makanya kamu cepetan nikah. Hehe,” jawab Joko.
Kamto tidak membalasnya, hanya bisa mbatin.  

(Ajie Najmuddin)

Sumber : www.nu.or.id/post/read/64732/jomblo-dan-sunah-rasul 

Poligami dan berburu kebaikan


Ubaid dan Umar merupakan alumni pondok pesantren. Semenjak di pondok keduanya
selalu berburu dan bersaing dalam hal kebaikan, terutama di shalat lima waktu. Tapi pada
kenyataannya Ubaid selalu kalah dari Umar.

Suatu ketika Ubaid bertanya sama temannya itu. "Kang, kenapa sampean kok datang
ke masjid selalu lebih cepat dari saya?”

"Soalnya istri saya dua. Istri yang pertama membangunkan saya dan istri yang kedua
 menyiapkan perlengkapan shalat saya," jawab Umar santai.

Selang beberapa bulan, Ubaid pun berpoligami. Harapannya bisa seperti Umar. Benar,
setelah poligami Ubaid hampir selalu terlihat lebih awal dari Umar berada di masjid.

"Kok sampean sekarang bisa mendahului saya datangnya, Kang? Resepnya apa?”
 Tanya Umar.

"Saya takut pulang ke rumah istri pertama yang marah-marah, jadi saya tiap hari
tidur di masjid,” jawab Ubaid.
(Ahmad Rosyidi)


sumber : http://www.nu.or.id/post/read/65062/poligami-dan-berburu-kebaikan

Humor, Adakah rokok disurga??


Usai ngaji sorogan, seperti biasanya Otong dan Udin langsung menuju ke kantin pesantren untuk ngobrol yang ringan-ringan sampai berat. Otong yang sudah kecanduan rokok melemparkan pertanyaan kepada sohibnya itu.

"Din, di surga ada rokok tidak ya?" Tanya Otong.

"Di surga kan keinginan pasti dikabulkan, jadi ada, Tong."

"AlhamduliLlah, lega bener hati ini rasanya denger jawaban ente, Din."

"Tapi....Tong," kata Udin dengan mimik serius.

"Kenapa Din?"

"Sayang, di surga tidak ada api Tong, jadi kalau mau nyalain rokok, ya jalan dikit ke neraka," celetuk Udin. (Ahmad Rosyidi)

sumber : http://www.nu.or.id/post/read/66009/adakah-rokok-di-surga 

Jumat, 08 Januari 2016

Tanda hitam di Dahi Bekas Sujud

Assalamu’alaikum wr. wb
Redaksi Bahtsul Masail NU Online yang terhormat, saya mau menanyakan tentang tanda hitam di jidat. Ada yang bilang kepada saya bahwa tanda di jidat itu menunjukkan kesalehannya. Akibatnya banyak kita jumpai orang-orang dengan sengaja menciptakan tanda hitam di jidatnya dengan cara ketika bersujud menekan jidatnya kuat-kuat sehingga menimbulkan luka yang pada akhirnya muncul tanda hitam di jidatnya. Apakah tindakan seperti dapat dibenarkan? Saya Mohon penjelasan dari Redaksi Bahtsul Masail NU Online, dan atas penjelasannya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb (Muhammad Yasin/Banjarmasin).

Jawaban
Assalamu’alaikum wr. wb
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Biasanya orang yang memiliki tanda hitam di jidat itu sering diasumsikan sebagai orang yang rajin shalat sehingga dianggap sebagai perlambang kesalehan seorang muslim.

Namun sepanjang yang kami ketahui, ukuran kesalehan seorang muslim tidaklah ditunjukkan dengan adanya tanda hitam di jidat. Kesalehan selalu mengandaikan prilaku, akhlak, dan moralitas yang luhur. Kendati demikian kami tidak menafikan bahwa ada sebagian orang saleh memiliki tanda hitam di jidatnya tetapi bukan tanda yang dibuat dengan sengaja tetapi lebih karena seringnya bersujud.

Tanda hitam di jidat dalam keterangan yang kami ketahui diserupakan dengan tsafinatul ba’ir sebagaimana yang terdapat dalam hadits Abi Darda` RA yang terdapat dalam kitab an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar karya Ibnul Atsir.
أَنَّهُ رَأَى رَجُلاً بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلَ ثَفِنَةِ الْبَعِيرِ فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا كَانَ خَيْراً يَعْنِي كَانَ عَلَى جَبْهَتِهِ أَثَرُ السُّجُودِ وَإِنَّمَا كَرِهَهَا خَوْفاً مِنَ الرِّيَاءِ عَلَيْهِ.

Bahwa beliau melihat seorang laki-laki yang di antara kedua matanya terdapat tanda seperti tsafinatul ba’ir. Lantas beliau berkata, “Seandainya tidak ada ini maka ia lebih baik.” Maksudnya adalah di keningnya ada bekas sujud. Beliau tidak menyukainya karena khawatir hal tersebut menimbulkan riya. (Lihat Ibnul Atsir, an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, Beirut al-Maktabah al-‘Ashriyyah, cet ke-1, 1426 H/2005 M, juz, I, h. 200).

Lantas apa makna tsafinatul ba’ir? Sebelum menjelaskan maknanya terlebih dahulu kami akan menyuguhkan penjelasan Ibnul Atsir tentang makna dari kata tsafinah. Menurutnya makna kata tsafinah adalah bagian tubuh yang menempel tanah dari setiap hewan berkaki empat ketika menderum seperti lutut dan selainnya dan terdapat ketebalan sebagai bekas menderum.

اَلثَّفِنَةُ بِكَسْرِ الْفَاءِ مَا وَلِيَ الأَرْضَ مِنْ كُلِّ ذَاتِ اَرْبَعٍ إِذَا بَرَكَتْ كَالرُّكْبَتَيْنِ وَغَيْرِهِمَا وَيَحْصُلُ فِيهِ غِلَطٌ مِنْ أَثَرِ الْبُرُوكِ

At-Tsafinah dengan di-kasrah huruf fa’-nya adalah bagian tubuh yang menempel tanah dari hewan berkaki empat ketika menderum seperti kedua lutut dan selainnya dan terdapat padanya ketebalan dari bekas menderum”. (Lihat, Ibnul Atsir, an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, Beirut al-Maktabah al-‘Ashriyyah, cet ke-1, 1426 H/2005 M, juz, I, h. 200).
Dengan mengacu pada penjelasan Ibnul Atsir, dapat disimpulkan bahwa makna kata tsafinatul ba’ir adalah bagian tubuh unta yang menempel tanah ketika menderum dan menjadi tebal sebagai akibat menderumnya.

Di samping itu mengenai tanda hitam di jidat sebagai bekas sujud yan terdapat dalam hadits riwayat Abi Darda` RA di atas ternyata tidak disukai karena dikhawatirkan akan menimbulkan riya pada pemiliknya. Dengan kata lain, jika dalam hatinya ada riya maka tidak diperbolehkan atau haram, karenanya harus dihilangkan.Senada dengan hadits riwayat Abi Darda` ra adalah hadits riwayat Anas bin Malik RA yang menyatakan bahwa Rasulullah saw tidak menyukai seseorang yang memiliki tanda di antara kedua matanya sebagai bekas sujud.

عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : إِنِّي لَأَبْغَضُ الرَّجُلَ وَأْكْرَهُهُ إِذَا رَأَيْتُ بَيْنَ عَيْنِيهِ أَثَرُ السُّجُودِ

Dari Anas bin Malik ra dari Nabi saw bersabda, “Sungguh aku marah dan tidak menyukai seorang laki-laki yang ketika aku melihatnya terdapat bekas sujud di antara kedua matanya.” (Lihat, Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, Tafsir as-Sirajul Munir, Beirut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, juz, IV, h. 31).

Sedangkan mengenai orang yang secara sengaja membuat tanda hitam di jidat, misalnya ketika ia melakukan sholat bersujud dengan menekan jidat dan menggesekkannya di tempat sujud sehingga menimbulkan tanda hitam di jidat maka jelas tidak dibenarkan. Bahkan al-Biqa`i mengakui adanya sebagian orang-orang yang riya yang dengan sengaja membuat tanda hitam di jidat dari bekas sujud mereka. Padahal itu adalah salah satu identitas orang Khawarij.

وَلَا يُظَنُّ أَنَّ مِنَ السِّيمَا مَا يَصْنَعُهُ بَعْضُ الْمُرَائِينَ مِنْ أَثَرِ هَيْئَةِ السُّجُودِ فِي جَبْهَتِهِ فَإِذًا ذَلِكَ مِنْ سِيمَا الْخَوَارِجِ

“Tak disangka bahwa termasuk tanda bekas sujud adalah tanda bekas sujud di jidat yang sengaja dibuat oleh sebagian orang-orang yang riya. Jika demikian maka itu adalah termasuk identitas atau tanda orang Khawarij”. (Lihat, Burhanuddin Ibrahim bin Umar al-Biqa`i, Nazhmud Durar fi Tanasubil Ayat wal Atsar, Beirut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1415 H/1995 M, juz, IIV, h. 216).

Apa yang dikemukakan al-Biqa’i hemat kami sangat menarik. Sebab, pernyataan dia setidaknya menjelaskan kepada kita bahwa salah satu perbuatan yang digandrungi kaum Khawarij adalah membuat tanda hitam di jidat dari bekas sujudnya untuk menunjukkan bahwa mereka adalah ahli ibadah. Perbuatan kaum Khawarij seperti ini tentunya harus kita hindari.



Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb


Sumber : NU Online